Selasa, 17 Januari 2012


Bedah Buku
 Inilah Cinta Seorang Nasionalis
J u d u l    : Nasionalisme Cinta Iwan Fals
Penulis     : Dharmo Budi Suseno
E d i t o r : Widodo
Penerbit   : Kreasi Wacana
Cetakan   : I, September 2004
T e b a l   : xii + 159 hlm.

              Inayat Khan, seorang musisi sufi dari India mengatakan bahwa musik adalah awal dan akhir sebuah semesta. Perbuatan dan gerakan yang dibuat di dunia yang kasatmata dan tidak, semua bersifat musikal. Musik sesungguhnya kehidupan itu sendiri. Dan, Iwan Fals membuktikan, ia merekam musikalitas kehidupan melalui kekuatan syair yang diciptakannya.
           Siapa tak kenal Iwan Fals? Penyanyi sekaligus pencipta lagu kelahiran Jakarta 3 September 1961 yang bernama asli Virgiawan Listanto. Ia merintis kariernya dari bawah, ngamen. Ia tak segan-segan ngamen dari rumah ke rumah, acara hajatan, sunatan dan sesekali ke pasar kaget Blok M.
         Ia termasuk penyanyi yang kerap dicekal aparat keamanan, baik kaset maupun pertunjukannya karena lagunya yang sarat kritik. Tapi semuanya tak menyurutkan nyali untuk menyuarakan ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi yang ia saksikan. Realisme sosial dalam lirik dan musik Iwan, tampaknya memang khas dia yang terbebas dari pamrih ideologis pragmatis atau cita-cita sebuah kelompok partai. Semua terlahir dari kesadaran pribadi yang peka terhadap persoalan kemanusiaan.
           Ayah dari Galang Rambu Anarki (alm.), Annisa Cikal Rambu Bassae, dan Rayya Rambu Robbani yang mengawali karier musik di akhir tahun 70-an ini memang mengusung idealisme dalam setiap lagunya, yaitu kritik sosial. Sehingga, ia seakan dianggap sebagai ‘musuh’ bagi rezim Orde Baru. Toh berpuluh bahkan beratus judul yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial lahir darinya.
             Warna musiknya yang oleh para penganut diidentikkan dengan gaya Bob Dylan, ada benarnya. Bob Dylan tidak sekadar penyanyi atau musisi, tetapi hakikatnya seorang penyair yang menyanyikan puisinya. Sekalipun dalam buku ini penulis mengategorikan muatan syair lagu Iwan Fals menjadi empat, yaitu nasionalisme, kritik atau protes sosial, humanisme, dan cinta.
Bergulirnya reformasi negeri ini diikuti dengan terbukanya keran kebebasan dan hiruk-pikuk ragam berita tentang carut-marut politik maupun kriminal. Tak pelak, masyarakat pun mengalami titik nadir kejenuhan.
Dengan sensitivitas yang indah, Iwan Fals menjadikan kenyataan sebagi Guru. Ia mengajak masyarakat pada satu hal yang mendasar dan sederhana, yaitu cinta. Meski dalam pengakuannya, ia sudah tak muda lagi, tetapi kondisi ini tak menyurutkan untuk melantunkan tembang yang bertemakan cinta. Cinta yang saling mengasihi.
            Mungkin sangat tepat kalau dikatakan bahwa Iwan Fals mengajak kita untuk memulai dari diri kita masing-masing. Dengan memercayai nurani kita yang jujur dengan cinta apa adanya. Nurani yang jujur akan membawa pada moral yang jujur dan moral yang jujur akan membawa pada sistem dan hukum yang adil (bahkan pemimpin yang adil). Cinta dalam nyanyian Iwan Fals adalah cinta yang benar-benar memiliki kepedulian terhadap rakyat. Inilah cinta seorang nasionalis.
Tapi lacak jejak perjalanan dan resensi lagu-lagu Iwan Fals yang dilakukan penulis dalam buku ini, kiranya masih perlu sentuhan dan keberanian yang lebih. Semisal mengupas tuntas maksud dari tiap-tiap syair yang diciptakan Iwan Fals; semacam ‘tafsir’ kata-kata dan kalimat yang terkandung di dalamnya.
Bahkan (menurut saya), penulis perlu bertemu dan wawancara langsung dengan Iwan Fals, sebagai pemilik sah karya-karyanya, agar lebih jauh mengenal sosok legenda hidup. Dengan demikian, akan lebih terasa ‘roh’nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar